Guru pahlawan tanpa tanda jasa sudah saya dengar semenjak kelas 1 SD. Barangkali Ibu Guru saya itu sedang menghibur diri ketika begitu bangga mengulang-ulang titel semboyan heroik pekerjaanya. Meski harus diakui peran Guru tidak perlu penjelasan lagi bahwa dialah salah satu King Maker peradaban dunia. Jadi, apa kata dunia bila tidak ada Guru.
Tidak semua guru di negeri kita di gaji Negara. Mereka yang tidak digaji negara itu disebut guru swasta atau guru bantu. Pada umumnya tingkat kesejahteraan guru non gaji negara jauh lebih rendah. Meski guru gaji negara saja sesungguhnya masih belum memenuhi standar hidup layak. Apalagi guru yang tidak di gaji negara, jadi tidak usah dibayangkan.
Memang sangat kompleks persoalannya. Namun seberapapun kompleksnya kalau masih percaya bahwa kemajuan bangsa ditentukan kemajuan pendidikannya harus ada penghargaan dari jasa yang telah kita sebut pahlawan itu. Apakah ketika semua guru bila digaji negara kemudian otomatis pendidikan menjadi maju? Setidaknya satu persoalan bisa diatasi yang kemudian ke persoalan yang lain.
Kemaren seorang yang disebut Guru bangsa bernama Syafii Ma’arif menulis bahwa seorang temannya yang mantan rektor UGM yakni Prof.T.J Jacob (maaf kalau salah tulis) hingga pensiun masih menempati rumah dinas dan tidak mampu beli rumah pribadi. Menurutnya masih banyak orang-orang berjasa dalam dunia pendidikan mengalami nasib yang sama. Barangkali termasuk dirinya apakah rumahnya di Perum Nogo tirtro itu sudah lunas apa belum.
Bila para guru besar saja demikian ceritanya bagaimana dengan para guru kecil. Terlebih mereka yang baru bernama guru bantu. Tentu kita tidak terus menerus meninabobokan para guru agar mereka bangga dengan gelar heroik semata. Tapi harus mengupakan kesejateraan dalam standar hidup yang layak. Jadi angkatlah semua guru di negeri ini menjadi PNS tanpa terkecuali.
Tidak semua guru di negeri kita di gaji Negara. Mereka yang tidak digaji negara itu disebut guru swasta atau guru bantu. Pada umumnya tingkat kesejahteraan guru non gaji negara jauh lebih rendah. Meski guru gaji negara saja sesungguhnya masih belum memenuhi standar hidup layak. Apalagi guru yang tidak di gaji negara, jadi tidak usah dibayangkan.
Memang sangat kompleks persoalannya. Namun seberapapun kompleksnya kalau masih percaya bahwa kemajuan bangsa ditentukan kemajuan pendidikannya harus ada penghargaan dari jasa yang telah kita sebut pahlawan itu. Apakah ketika semua guru bila digaji negara kemudian otomatis pendidikan menjadi maju? Setidaknya satu persoalan bisa diatasi yang kemudian ke persoalan yang lain.
Kemaren seorang yang disebut Guru bangsa bernama Syafii Ma’arif menulis bahwa seorang temannya yang mantan rektor UGM yakni Prof.T.J Jacob (maaf kalau salah tulis) hingga pensiun masih menempati rumah dinas dan tidak mampu beli rumah pribadi. Menurutnya masih banyak orang-orang berjasa dalam dunia pendidikan mengalami nasib yang sama. Barangkali termasuk dirinya apakah rumahnya di Perum Nogo tirtro itu sudah lunas apa belum.
Bila para guru besar saja demikian ceritanya bagaimana dengan para guru kecil. Terlebih mereka yang baru bernama guru bantu. Tentu kita tidak terus menerus meninabobokan para guru agar mereka bangga dengan gelar heroik semata. Tapi harus mengupakan kesejateraan dalam standar hidup yang layak. Jadi angkatlah semua guru di negeri ini menjadi PNS tanpa terkecuali.
No comments:
Post a Comment