Wednesday, May 20, 2009

Integritas Keteladanan daripada Paradigma Lama dan Baru


Mencari figur pemimpin yang katakanlah reformis di era reformasi birokrasi ini sepertinya tetap saja tidak mudah. Termasuk menentukan kriteria pemimpin reformis itu sendiri perlu pemilahan dari aneka sudut pandang. Sampai disini, kelihatan sudah mulai berkompromi. Sepertinya birokrasi kita memang masih serba kompromi dan sangat "permisifif'. Namun, dalam kacamata pengamatan saya masih ada beberapa pemimpin di lembaga yang bisa kita teladani. Indikatornya, ucapan dan tindakannya masih selaras.

Contoh kecil daripada keselarasan tersebut adalah, setelah ada edaran bahwa Pejabat yang turun ke bawah dalam rangka apapun termasuk pemeriksaan dilarang menerima semacam amplop diapun berkomitmen seperti edaran itu. Maka, ketika dia konsisten dengan ucapan dan tindaknnya tersebut dia menjadi seorang penjabat bukan saja berwibawa tapi disegani sebagai pribadi dan pemimpin yang memberikan keteladanan.

Namun, tidak sedikit pejabat yang seperti enggan beranjak dari paradigma lama. Paradigma bahwa pejabat tersebut adalah priyayi mesti segalanya tercukupi oleh sambutan dan suguhan anak buahnya. Tipikal pejabat seperti kelihatanya dihormati, tapi sesungguhnya ia mendapat kehormatan semu semata. Sesudahnya, ia hanya sekedar bahan obrolan dari contoh pemimpin yang tidak mencerminkan integritas daripada keteladanan yang baik

Semuanya seperti mata rantai yang terkonstruk dalam budaya. Tapi, saya tidak sependapat kalau hal itu adalah cerminan budaya bangsa. Perilaku seperti contoh di atas bisa dibentuk bisa pula dirubah. Karena sebuah perubahan tergantung pada setiap pribadi bagaimana ia memposisikan dalam perubahan tersebut. Pilihannya adalah apakah kita masuk dalam arus paradigma dan budaya masa lalu atau membentuk, menciptakan, dan melaksanakan budaya dan paradigma baru?

No comments:

Post a Comment