Saat ini musik indonesia tengah berkibar. Kita seakan tidak butuh lagi musik barat. Situasi ini sangat berbeda dengan sepuluh tahun sebelumnya. Kini, Hampir setiap hari muncul pendatang baru membawa berbagai jenis musik yang beragam. Salah satu dari mereka adalah Kangen Band.
Kalau dinilai secara tampang dan dibandingkan dengan group musik yang lebih dulu muncul misalnya, Peter Pan, Samson, Nidji, atau ungu tentu para ABG dapat dipastikan lebih memilih mereka. Namun, secara popularitas seperti seringnya tampil di dilayar kaca dan lakunya album, group ini berani bertarung kemudian mensejajarkan diri.
Lantas mengapa saat ini muncul judul provokatif seperti diatas yang menyuruh Band ini membubarkan diri? Judul sama persis diatas saya temukan di sebuah milis diskusi [indo-marxist]. Saya tidak habis pikir kenapa selalu saja muncul orang yang menjadi hakim kemudian menentukan, boleh dan tidaknya sebuah warna musik dalam panggung hiburan.
Tentu kita masing ingat waktu “Raja” Dangdut Rhoma Irama mencela dan melarang Inul, Anisa Bahar dan Uut Permatsari tampil dalam panggung musik dangdut. Menurutnya, mereka hanya membawa musik dangdut kedalam comberan dengan goyang “Ngebor”, “Ngecor” dan Patah2-nya. Justeru itu, karenanya mereka semakin nge-top meraih puncak popularitas.
Adalah David “Naif” sebagi sesama orang yang mencari nafkah di industri musik yang mula2 menabuh gong itu. Tentu sangat disayangkan karena telah ikut2an Bang Haji “Asoy Geboy ngebut di jalanan Ibu Kota”. Sungguh naif ! bila kebesaran seseorang menjadi runtuh akibat tidak sportif mengakui sparing partnernya lebih sukses.
Kangen Band akan semakin populer bila terus dikecam. Terlebih bila massa tetap bergoyang dan ber-koor tiap kali mereka manggung. Karena dalam dunia Industri, kekuatan massa lah yang menentukan. Bukan teori tanpa praktek; dari penyeragaman dan pemaksaan berfikir.
Biarlah kangen Band menikmati buah kesuksesan dari lika-liku perjalanan hidupnya dalam bermusik. Karena hidup itu adalah proses, kerja keras atau bahkan Tukul Arwana menamakannya kristalisasi keringat.
Setuju sekali dengan pendapat panjenengan mas, kita nggak berhak menghakimi seperti itu, tinggal kalau nggak suka ya nggak usah ditonton, gitu aja kok repot, iya to?
ReplyDelete