Friday, July 27, 2007

Demoralisasi Aktivis Gerakan Mahasiswa

Demoralisasi Aktivis Gerakan Mahasiswa
Oleh : Fajar Widodo*

Dalam tradisi gerakan mahasiswa biasanya dikembangkan kritik sejarah terhadap gerakan mahasiswa itu sendiri. Hal ini dimaksudkan agar supaya peristiwa-peristiwa dimasa lalu dapat menjadi pelajaran. Sehingga langkah yang keliru dan tidak baik bagi gerakan yang selalu mengedepankan moral ini tidak terjadi kembali. Seperti kritik terhadap gerakan angkatan 1966, 1974, 1978 dan 1998.

Salah satu kritik yang paling sering muncul adalah terhadap sikap politik organisasi dan person aktivis. Metode lapangan biasanya juga diangkat namun hanya dikalangan internal saja. Sangat berbeda dengan sikap politik organisasi dan person aktivis yang mampu menjadi opini publik dan punya imbas yang cukup besar bagi langkah organisasi selanjutnya.

Kritik gerakan terhadap angkatan ’66 misalnya, ketika menumbangkan rezim Orde Lama kelahirannya sangat dibantu pertentangan politik yang saat itu terjadi. Setelah merasa berhasil menumbangkan rezim tersebut banyak para aktivisnya kemudian mabuk kemenangan dengan masuk kelingkar kekuasaan, menjadi asisten menteri dan anggota DPR/MPR. Begitu seterusnya, hampir disetiap angkatan dalam gerakan mahasiswa meninggalkan sejarah yang penting untuk menjadi bahan refleksi.

Belum lama ini kita dikejutkan oleh berita di koran ini masuknya para aktivis menjadi calon anggota legislatif dari Partai Golkar. Dalam hal ini kategori mereka adalah kelompok angkatan ’98 yang nota bene-nya ikut andil dalam menumbangkan rezim Orde Baru. Para aktivis tersebut diantaranya adalah, Syaiful Bachri, Nusron Wahid, Ratu Dian Latifah, mereka adalah para mantan ketua PB-PMII, Barita Simanjuntak dari GMKI, Luthfi Iskandar, pendiri Forkot, Ahmad Doly Kurniawan dan Teuku Ansyari, dari HMI, Fitus Morin dan David Pajung, dari GMNI dan PMKRI.

Sikap politik mereka dengan masuk kedalam Partai Golkar merupakan hak pribadi mereka dan tidak ada yang dapat melarang. Namun, hal ini tentu tetap menjadi pertanyaan besar khusnya bagi yang tahu dan mengamati sepak terjang para aktivis tersebut bersama organisasi mahasiswanya semenjak 1998. Sejumlah aktivis tersebut sebelumnya dikenal sering menghujat partai yang sekarang mereka masuki, bahkan mereka dalam aksinya hampir selalu menuntut agar partai tersebut dibubarkan.

Masih segar dalam ingatan kita sewaktu gerakan mahasiswa terpolarisasi kedalam Pro dan Kontra kepemimpinan Presiden Abdurahman Wahid, elemen gerakan seperti PMII dan Forkot merupakan salah satu kelompok yang mengalihkan isu penurunan Gus Dur menjadi isu Bulog dan pembubaran Golkar. Kalau disatu tempat ada aksi anti Gus Dur maka biasanya akan dibalas dengan aksi pembubaran Golkar di tempat lain. Sehingga ketika mereka sekarang hendak menjadi caleg Golkar hal ini tentunya merupakan sikap politik yang sungguh sulit dipahami.

Hingga sampai saat ini kita belum pernah mendengar alasan para aktivis tersebut masuk kedalam partai Golkar. Sehingga kita pun tidak tahu niat baik apa yang hendak dilakukan meraka di Partai tersebut. Barangkali kita dapat menduga bahwa mereka hendak memperbaiki partai golkar yang menurut mereka tidak perlu lagi dibubarkan tapi cukup diperbaiki yang selanjutnya adalah memperbaiki bangsa ini yang salah satunya memberantas korupsi yang telah merajalela. Demikian adalah prasangka baik kita dalam menyikapi mereka.

Namun bagaimanapun juga ketika belum ada alasan yang jelas atas sikap politik mereka ini, tentu hal tersbut bisa berdampak negatif atas pencitraan dalam beberapa hal diantara adalah, Pertama, terhadap masing-masing person aktivis secara langsung. Dalam hal ini mereka akan dipandang orang yang tidak konsisten dalam gagasan moral mahasiswa.

Kedua, tehadap internal organisasinya masing-masing. Meskipun bisa saja sikap mereka merupakan sikap pribadi akan tetapi organisasi mereka berasal tetap akan terimbas pencitraan terhadap kader-kadernya. Ketiga, terhadap organisasi gerakan mahasiswa secara umum. selama ini sebagaian masyarakat kita yang tidak senang dengan setiap langkah yang dilakukan gerakan mahasiswa banyak menuduhkan bahwa gerakan mahasiswa penuh dengan kepentingan politik praktis, tidak secara sungguh-sungguh ikhlas dalam melakukan aksi-aksinya dan tidak pernah konsisten dengan ide dan gagasannya.

Sehingga sikap politik mereka masuk dalam Partai Golkar dianggap sangat mencerminkan perilaku aktivis gerakan secara keseluruhan. Bahwa aktivis mudah tergoda kekuasaan dan materi akan dijadikan pembenaran. Maka gerakan mahasiswa yang aktivisnya tetap konsisten untuk tidak masuk kedalam lingkar kekuasan politik praktisnpun akan tercitrakan seperti perilaku politik mereka.

Barangkali apabila mereka masuk partai selain Golkar dan partai yang tidak di Stereo type kan Partai Orde Baru mungkin dampaknya tidak akan begitu besar dikalangan publik. Karena dengan masuknya mereka ke Partai Golkar mereka akan sangat mudah untuk di cap sebagai orang hipokrit. Hal ini terutama bagi para aktivis PMII dan Forkot yang sebelumnya ikut menumbangkan rezim Orde Baru dan mengecam partai Golkar.

Selain itu sudah menjadi rahasia umum bahwa beberapa organisasi gerakan mahasiswa yang sudah cukup lama tetap punya kedekatan hubungan emosional terhadap para senior mereka yang tersebar di Partai-partai politik. Seperti banyak alumni HMI yang di Partai Golkar, PMII dengan PKB, KAMMI dengan PKS, GMNI dengan PDI-P dan lain sebagainya. Sehingga dalam beberapa hal ini menjadi saling seiring dengan langkah dan sikap politik mereka.

Dengan demikian mudah-mudahan masuknya mereka kedalam partai Golkar tidak berideologikan “tidak usah terlalu idealis karena kalau terlalu idealis iso ora mangan (bisa tidak makan)”. Karena apabila masuk partai Golkar sekedar mencari logostik itu berarti telah mengadaikan moral gerakan mahasiswa sebagai pembela rakyat tanpa pamrih. Dan dilain itu kasihan kader-kader yunior yang menjadi bingung dan tidak mengerti atas sikap yang diambil senior-seniornya. Janganlah semakin melestarikan ungkapan “muda idealis tua Pragmatis”. Maka dari itu marilah kita memberi contoh yang baik apabila memang hendak membawa bangsa ini maju, adil dan sejahtera. Berjuanglah dengan semangat seperti dalam lagu “darah juang” yang selalu dinyanyikan dalam setiap aksi!*

Fajar Widodo, Ketua Litbang Dewan Daerah, Front Perjuangan Pemuda Indonesia (FPPI), Jogjakarta.

Artikel ini pernah dimuat di Jawa Pos, 5 Januari 2004
dengan judul; Menggadaikan Moral Gerakan Mahasiswa

3 comments:

  1. Memang banyak yang pergi
    Tidak sedikit yang lari
    Sebagian memilih diam bersembuyi
    Tapi… Perubahan adalah kepastian
    dan untuk itulah kami bertahan
    Sebab kami tak lagi punya pilihan
    Selain terus melawan sampai keadilan ditegakan!

    Kawan… kami masih ada
    Masih bergerak
    Terus melawan!
    www.pena-98.com
    www.adiannapitupulu.blogspot.com

    ReplyDelete
  2. www.pena-98.com ?
    www.adiannapitupulu.blogspot.com ?
    Ini mah sama saja...statusnya bukannya masih jadi broker massa? Khusus Bung Andrian Napitupulu...sudahlah membohongi rakyat. Bukankah sekarang ini gerakan forum kota dan romantisme 98 yang tergabung di pena-98 beraffiliasi dengan kepentingan modal juga? Itukah pengertian melawan bagi anda dan kelompok anda.

    +sosialisme adalah harga mati+

    ReplyDelete